HET Pupuk Bersubsidi (per kg)

HET Pupuk Bersubsidi ( per Kg)
Urea........: Rp 1.800
SP-36......: Rp 2.000
ZA............: Rp 1.400
NPK.........: Rp 2.300
Organik...: Rp 500

Selasa, 29 Januari 2013

Pelajaran Berharga dari Gunung Kidul


Pada tanggal 29 Januari sampai 4 Februari 2013,saya ditugaskan olek BKP3 Kab Kediri untuk mengikuti Diklat Pengolahan ubi Kayu dan Ubi Jalar di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan Malang. Banyak hal menarik yang saya temui disana, selain menimba pengetahuan dan ter”bebas” dari rutinitas harian di Kecamatan Grogol juga bertemu dengan banyak teman PPL  dari berbagai daerah. Banyak teman baru tentunya juga berbagi pengalaman baru dari daerah masing-masing. Ada teman dari Kabupaten Gunung Kidul bercerita tentang potensi ubi kayu dan ubi jalar di daerahnya. Hampir semua cerita yang ada kurang lebih sama dengan cerita saya baik tentang petani, sosial ekonomi dan segala hal tentang pertanian, “biasa sajalah” kata saya.

Tetapi ada satu perilaku petani yang membuat saya kagum. Di Gunung Kidul ternyata masih memegang teguh budaya “lumbung Pangan”. “Wah ini bisa jadi inspirasi nyata” pikir saya. Di Gunung Kidul secara topografi merupakan daerah pegunungan dengan kondisi tanah lempung berbatu, sehingga ubi kayu potensi sekali. Bahkan selain nasi, ubi kayu merupakan makanan pendamping yang masih digemari. Bukan karena daerah miskin, tetapi memang ubi kayu populer di sana.

Budaya yang masih membudaya secra turun temurun adalah setiap panen (baik padi maupun ubi kayu) “pasti” ada yang disimpan untuk lumbung pangan. Sehingga smpai musim tanam berikutnya, cadangan pangan ada dan stabil untuk kebutuhan keluarga. Padi mudah disimpan, untuk ubi kayu dibuat gaplek supaya bisa disimpan, dan kalaupun ingin menjual dijual sedikit-sedikit sesuai kebutuhan.

Kalau didengarkan seolah-olah “kampungan” ya…namun inilah kearifan lokal yang sudah terbukti ampuh untuk stabilitas ketahanan pangan dan “bebas” dari gejolak harga pangan, bahkan krisis moneter global sekalipun. Inilah pelajaran penting, bagi yang menanam supaya jangan beli. Hayo petani jangan hanya terpengaruh kemajuan jaman, namun lupa kearifan lokal……boleh di”uangkan” tetapi disisihkan untuk cadangan makanan rumah tangga. Hidup lumbung pangan…….(Prasetyo)